About my Blog

Love is just like apples. Sometimes it's sweet. But sometimes it's bitter cause it's immature. All you have to do is patient and wait until it taste sweet.

Selasa, 07 September 2010

Untitled #3

Boy: Do you still love me?
Girl: Pardon?
Boy: Do you still love me?
Girl: I-I don't know. why?
Boy: Could we fall in love with each other like before?
Girl: I don't know.
Boy: Why your answer is always 'I-Don't-Know?'
Girl: because i really don't know.
Boy: Could we fall in love with each other like before?
Girl: I think it's not a good idea.
Boy: why?
Girl: because, the past is the past. and you are the bigest part my past.

Kamis, 02 September 2010

Untitled #2

Finally, I found someone who can make me forget Mr. Maybe. But, I dont really sure that he can make me TOTALLY forget Mr. Maybe. What if he makes me love him more deep than i love Mr. Maybe? And what if he makes me hurt again? What if he makes me cry louder than Mr. Maybe makes me cry?
        I don't know.
        I really don't know.
        Can I just endure my life without love somebody else and fix my broken heart with myself?
        I don't know.
        WHY THE ANSWER IS ALWAYS I DONT KNOW?
        Because I really really really really don't know what should i do right now, right here.

Selasa, 10 Agustus 2010

Beginning

Once upon a time, there lived a beautiful teenage girl. She is very kind hearted and funny girl. She was believe in fairytale so much. And she thought that her prince will be came and pick up her into his palace, and they lived happily ever after like another fairytales story.
 Then, However, someone came to her. A handsome and charming guy. He loved her very much with his whole heart. She thought it was her happy ending. But she was wrong. He wasn't a right guy. It's Just a beginning.
 Her prince left her in the forest with a broken hearted. Everyday she was crying, crying and crying again. Thought she'll never find her love. thought she'll never had a happy ending.
 With her undying love, she lived her life without enthusiasm. She left her own fairytale. And she tried to killed herself everytime.
 But look, it's just another story to learn.Learn that in this world and life, we will fall and fall again until we're ready to live the real life. To make us know, there was so much mure in this world that we haven't know yet. there was a real life that we have to walk on. Do not give up yet, now. You'll find your happy ending eventurally. Everybody certainly have a happy ending on their way. You too. You just have to put the past right behind you. It's just a beginning of your life. Enjoy it and it will be easier. Life is easier than you know.

Sabtu, 31 Juli 2010

Another Romeo Juliet Story

What would happen if Juliet hate Romeo? And what if Juliet loves Paris?
Maybe this is what would happen:

Romeo: I will give everything to you Juliet! Everything!
Juliet: You wouldn't.
Romeo: I do! why don't you trust me?
Juliet: Why don't you go?
Romeo: I won't going anywhere!
Juliet: Then I won't trust you.
Romeo: It's not fair!
Juliet: I dont think so
Romeo: Listen to me. I don't know why you loves him. Now I'll go to kill him and drink his blood if i'ts can make you loves me the way you loves him!
Juliet : You can't kill Paris! Why are you so silly?
Romeo: Of course I can! I am Romeo Montague. I can do anything!
Juliet: Oh My God! why did you do this to me? Paris, I hope you kill yourself when you heard that i've killed my self because his stupid Romeo! Screw him!


Then she killed herself

Untitled

31 Juli 2010

  Bahagia banget lah bisa dapet buku Sense and Sensbility karya Jane Austen! Udah dari lama nyari-nyari buku ini akhirnya ketemu jugaaaaa. Walaupun belinya kucing-kucingan *karena udah mau UN dan gaboleh banyak baca novel* dan beresiko tinggi karena kalau ketauan baca di rumah bisa di robek itu buku. Tapi ya.. dikit-dikit gapapa laah, kan bukunya versi bahasa inggris, nah sekalian belajar gituloh hahahaha
  Ibu, Bapa, maafin ya udah nekad beli noveeeeeel... maaf banget hehehe
  Tinggal satu yang belum di dapet.. Wuthering Heights! susah banget gelaaa dapet beli bukunyaaa

Sabtu, 13 Maret 2010

Seratus Burung Kertas :)

Labirin ini lagi. Batin Ale. Sambil menghela napas, ia menyusuri labirin yang sudah tidak asing baginya. Labirin ini, labirin rumah sakit.
Alegra sang gadis mengidap penyakit leukimia. penyakit yang susah di sembuhkan. Ale sudah terbilang lama menempati rumah sakit ini. Sudah sejak kecil ia berada di rumah sakit ini untuk penyembuhan. Tetapi belum ada hasil hingga kini.
Rumah sakit sudah seperti rumah sendiri bagi Ale. Karena ia selalu berada di rumah sakit. Awalnya ia merasa bosan. Tapi kini ia sudah terbiasa. Apalagi fasilitas rumah sakit jaman sekarang sudah seperti mall-mall di pusat kota. Dan yang paling bikin Ale seneng, disana ada perpustakaan!
Ale menghabiskan waktunya dengan membaca buku atau membacakan cerita untuk anak-anak yang sedang sakit di kelas 1 dan 2. Itu sangat menyenangkan bagi Ale. Lebih baik menghabiskan waktunya dengan membacakan buku dari pada menyesali penyakit yang di deritanya ini.
Hari ini juga Ale akan membacakan cerita seperti biasa. Ia bergegas ke perpustakaan. Di perpustakaan sudah ada Ibu Irla sang penjaga perpustakaan. Ketika melihat Ale, ia langsung mengeluarkan sebuah buku dari laci mejanya.
“Ini baru datang buku baru dari pusat, tentang dongeng untuk anak-anak. Mereka pasti akan sangat senang jika dibacakan buku ini, Ale.” Ujar Ibu Irla dengan senyuman khasnya.
Dengan senang hati Ale mengambil buku yang di sodori Ibu Irla. Seratus Burung Kertas. Itu judul yang tertera di halaman depannya. Covernya pun sangat simple, hanya langit biru membentang yang di bawahnya berserakan seratus burung kertas. Di halaman belakang baru terlihat lebih jelas. Cover belakangnya tergambar seorang gadis yang di sampingnya berserakan banyak sekali burung kertas dan di sebrangnya terdapat seorang pemuda yang nampaknya enggan untuk menoleh.
‘dari covernya saja sudah kelihatan jalan ceritanya,’ batin Ale. Namun sepertinya buku ini menarik. Covernya saja sudah sangat menarik, mungkin isinya juga lebih menarik daripada ini.
“Buku ini sebenarnya sudah ada sejak seminggu yang lalu. Teapi ada seorang pemuda meminjamnya. Sepertinya ia sangat tertarik. Pemuda itu sangat tampan. Namun sayangnya kakinya patah. Nampaknya ia terpukul. Tiap hari wajahnya muram.” Cerita Ibu Irla. Ale hanya matut-matut saja.
Malang sekali pemuda itu. Pasti ia sangat terpukul menyadari kakinya kini tidak bisa digunakan untuk berjalan atau bermain bola dan basket yang menjadi favorit anak laki-laki. Tapi toh itu kan hanya sementara. Nantinya juga pasti bisa sembuh. Nggak seperti Ale ini.
Setelah berbincang-bincang sedikit dengan Ibu Irla, Ale berpamit dan keluar dari perpustakaan. Ia melirik ke jam tangan pemberian ayahnya saat berulang tahun yang ke-15. Sudah pukul 11! Anak-anak pasti sudah menunggu Ale! Ale segera mempercepat langkahnya.
KREEEEK. Ale membuka pintu ruangan kelas 1 dan 2. Dan ketika ia masuk.., “KAAAAAK ALEEEEEEEEEE..!!!!” suara anak-anak bergemuruh dimana-mana. Lalu di susul dengan, “lama banget sih kak! Ngapain aja? Tumben kakak telat,” ujar Namira yang sangat suka nyablak.
“Iya..iya maaf.. tadi kakak ngobrol dulu sama Ibu Irla. Dia bawain buku baru nih.. nah sekarang, ayo duduk di tempat masing-masing!” perintah Ale dengan lembut. Dan segera di turuti oleh anak-anak dengan cepat. Dan.. Ale pun mulai membacakan cerita.
“Pada suatu hari, di Negeri Bintang, hidup seorang putri cantik dari Kerajaan Marfagh bernama Kyrani. Hampir semua pria jatuh hati pada putri Kyrani, tapi bagaimana pun juga, hati putri Kyrani tetap tertambat pada satu pangeran dari Kerajaan Elimay. Fraisma. Namun cinta putri Kyrani bertepuk sebelah tangan.. pangeran Fraisma selalu dingin terhadap putri Kyrani..” Ale menarik napas sejenak, ‘baru awal mula aja udah melankolis gini..’ batinnya. Lalu melirik sejenak ke anak-anak yang sedang menunggu-nunggu kelanjutan ceritanya. Pandangan Ale tertuju pada Alif dan Mala yang saling pandang, kayaknya ada sesuatu diantara mereka. Aduh masih kecil aja udah cinta-cintaan, ckck.. lalu Mala mengalihkan pandangannya sambil menghela napas pasrah. Wah udah gawat nih kalo begini ceritanya. Bisa di amuk sama mamihnya Mala nih kalo seandainya Mala mewek gara-gara cerita ini.
“Mau di lanjutin atau ganti cerita aja?” Tanya Ale. Takut takut ada yang nggak suka ceritanya.
“Lanjuuuuuuuuuuuuuuuuuut…” sahut anak-anak kompak. Waduuh jadinya Ale nyeritain dengan setengah hati deh. Bisa gawat kalo anak-anak pada mewek gara-gara dengerin cerita yang di bacain Ale. Memang sih ceritanya memang rada-rada sedih. Katanya Ibu Irla aja, dia sampe nangis. Waaaaah berarti parah dooong? Ale menggigit bibir. Lalu melanjutkan ceritanya.
“Lalu untuk menghilangkan kepenatannya, Putri Kyrani berjalan-jalan di tengah-tengah kota. Di tengah-tengah perjalanan, ada seorang pria tua memberikannya setangkai bunga mawar putih kesukaannya lalu berkata, “buat seratus burung kertas lalu satu permohonanmu akan terkabul. Tetapi permohonan itu harus datang dari lubuk hati yang terdalam.” Pria itu berlalu begitu saja setelah mengucapkan kalimat itu dengan senyum tersungging di bibirnya.
“Putri Kyrani segera kembali ke Kerajaan dan memikirkan kata-kata pria tua tadi. Tanpa pikir panjang, Putri Kyrani membuat seratus burung kertas agar dapat memohon satu permintaan. Dan ia memohon agar dapat bersama dengan Pangeran Fraisma. Seandainya tidak bisa, ia hanya ingin mengetahui perasaan Pangeran Fraisma kepadanya. Sehari setelah Putri Kyrani memohon, Pangeran Fraisma datang ke kamar Putri Kyrani dan menyatakan cintanya. Dia juga meminta maaf karena sudah bersikap seperti itu kepada Putri Kyrani. Selama ini dia hanya malu saja. Dan mereka hidup bahagia selamanya.” Ale menarik napas lega. Anak-anak tidak ada yang menangis, dan ceritanya juga sangat menakjubkan.
Merasa ini sudah waktunya untuk anak-anak tidur siang, Ale berpamit dan menutup pintu ruangan kelas 1 dan 2. Baru berjalan sedikit, Namira memanggil namanya, “Kak Ale!”
“Ya, Namira ada apa?” Tanya Ale lembut sambil mengusap kepala Namira.
“Tadi ceritanya seru sekali! Terima kasih ya kak!” ujar Namira sambil memperlihatkan senyum manisnya. Bikin Ale seneng banget!
“Oh iya sama-sama sayang.” Balas Ale. “Emm, oh iya Namira, kamu tau nggak ada apa antara Alif sama Mala?”
“Oh itu, Mala katanya suka sama Alif, kak. Tapi Alifnya ya gitu. Cuek. Tapi kata Rama, Alif juga suka sama Mala. Cuma di pendem aja.” Cerita Namira polos. “Eh kak, kok ceritanya sama ya? Wah seru niiiih,” Namira girang sendiri.
“Hush ah dasar kamu. Yaudah gih sana tidur dulu, nanti dimarahin mama,” ujar Ale sambil menuntun Namira ke kamarnya.
Ya ampun anak sekecil ini udah ada rasa yang kayak gitu? Ale aja baru tau tuh. Nggak kebayang kadinya Indonesia gimana. Ini sih kayaknya gara-gara nonton sinetron tiap hari ngikutin ibunya. Ckck ada ada aja.
Merasa malas ke kamarnya, Ale berniat jalan-jalan di taman sebentar. Ale mendekati tempat favoritnya di taman ini. Di bawah pohon rindang yang sejuk tentunya. Eh ternyata di tempat favoritnya sudah ada cowok yang duduk dengan wajah muram. Pasti ini yang dibilang Bu Irla.
“Hey,” sapa Ale pada cowok itu.
“Siapa kamu?” tanya cowok itu. Aduh nggak sopan banget sih!
“Ale.” Jawab Ale sambil berusaha tetap tersenyum. “Kamu siapa?”
“Bima.” Ale Cuma ngangguk-ngangguk.
“Kamu udah baca ini?” Tanya Ale sambil menunjukkan buku yang tadi baru dibacakannya.
“Udah.” Singkat banget sih jawabnya! Bikin Ale kesel aja!
“Kalo kamu seandainya mau bikin burung kertas, permohonan kamu apa?” Tanya Ale.
“….” Bima nggak jawab. Malah kayaknya merenung.
“Yaudah kalo nggak mau jawab. Aku aja yang cerita. Kalo aku bikin seratus burung kertas, aku Cuma mau aku sembuh. Itu aja.” Mata Ale menerawang ke langit yang hari ini lagi cerah banget.
Bima nampaknya kaget. Baru sekali ini dia ketemu cewek yang ‘make a wish’-nya kayak gini. Biasanya kan kalo cewek make a wish pasti langsung tentang cowok lah, atau bisa shopping lah, ya yang semacam itu deh. “Memangnya kamu sakit apa?” Bima berusaha nggak terlihat terlalu dingin ke Ale.
Ale menoleh lalu menjawab, “Penyakit yang susah di sembuhin,” Ale menarik napas sebentar lalu meneruskan, “Leukimia.”
Bima terlihat sangat kaget. Dia nggak tau lagi mau ngomong apa. Bima Cuma bisa diam. “Kenapa? Kaget? Simpatik? Ngga apa-apa kali. Akunya juga biasa-biasa aja kan? Hahaha udah biasa kali orang kayak gitu ke aku.” Ale nampaknya bisa membaca gerak-gerik Bima.
Bima tersenyum kepada Ale. Saat itu juga dia sadar, Ale perempuan yang berbeda. Lalu tiba-tiba sebuah kertas terbang dan mendarat di sebelah Ale. Lalu, Ale mengambilnya dan melipat-lipatnya kadi sesuatu. Bima Cuma bisa ngeliatin aja.
Dan, POOFF! Dalam waktu sesingkat itu, sebuah burung kertas berwarna putih (karna kertas brosurnya putih) ada di tangan Ale. “Nih, buat kamu,” Ale menyodorkan burung kertasnya pada Bima. Dan langsung di terima oleh Bima.”makasih.” ujarnya. Lalu mereka diliputi keheningan yang mendalam.
“Apa itu.. sakit?” suara lembut Ale memecah keheningan.
“Apa?” Bima memerhatikan gerak-gerik mata Ale yang tertuju pada kakinya. “Oh ini, nggak sih. Cuma ya.. susah aja kalo mau jalan harus pake tongkat. Terus nggak bisa main bola kayak dulu. Padahal aku hobi banget.” Tatapan Bima menerawang.
“Tapi bisa sembuh kan?”
“Kata dokter kemungkinannya 50% tapi dokter juga masih kurang yakin.” Jawab Bima.
“Pasti bisa kok!” sahut Ale yang setengah teriak. Membuat Bima terlonjak kaget.
“Bisa sih, tapi kalo aku deket sama kamu terus kayak tadi, bisa bisa penyakitku berubah jadi jantungan.” Ujar Bima setengah becanda.
“Maaf deh Maaf,” kata Ale sambil nyengir. “Kalo kamu berusaha, pasti bisa sembuh!”
Bima ngangguk-ngangguk aja. Dan dalam waktu ber jam-jam mereka terus bercanda tawa dan menghabiskan waktu bersama. Tidak terasa ini sudah jam tujuh malam. Ibu pasti sudah menunggu Ale. Ale dan Bima berjanji akan bertemu lagi besok. Entah di kamar Ale, kamar Bima, atau taman ini lagi.




TOK. TOK. TOK.
Ale membukakan pintu. Ini sudah jam delapan pagi. Entah siapa yang mengunjunginya pagi ini. Ketika ia membuka pintu, “BIMAA!!”
Ternyata Bima. Hari ini Bima akan menemani Ale membacakan cerita. Bima menatap ke sekeliling kamar Ale, sangat penuh dengan burung kertas. Sangat berserakan dimana-mana.
“Kamu.. bener-bener niat ya bikin seratus burung kertas?” Tanya Bima sambil mengambil sebuah burung kertas berwarna hijau. Warna favoritnya.
“Ya.. siapa tau aja bisa kejadian. Lagian aku Cuma ingin sembuh. Itu aja kok.” Jawab Ale. “Gimana kakimu?”
“Udah rada mendingan. Yang sebelah udah bisa jalan. Jadi tongkatnya juga Cuma aku pakai sebelah.” Tutur Bima yang dijawab ‘ooooh’ oleh Ale. “Gimana, udah siap? Kapan kita berangkatnya nih? Udah nggak sabar..”
“Iya ayo sekarang juga bisa langsung berangkat kok..” Ale mengamit lengan Bima yang sebelah kanan. Bermaksud untuk menuntunnya.
Sesampainya di sana, Ale dan Bima langsung disambut oleh anak-anak seperti biasa. Tetapi sekarang ada pertanyaan plus, “Siapa ini kak? Pacar kakak?” yang hanya di jawab senyuman dari Bima maupun Ale.
Saat Ale membacakan cerita pun, tatapan Bima terfokus pada Mala dan Alif. Dan juga burung-burung kertas yang berserakan di jendela ruangan ini. Tepatnya di sebelah kasur Mala. Selesai Ale membacakan cerita, Bima menceritakan semuanya ke Ale. Ale pun menghampiri Mala dan Bima menghampiri Alif.
“Halo, Mala..” sapa Ale. “wah burung kertasnya bagus.. ini buatan kamu?”
“Iya kak..” jawab Mala malu-malu.
“Mala mau kayak Putri Kyrani?” Tanya Ale sambil mengelus lembut rambut panjang Mala.
“Iya..” ujar Mala polos. “Mala mau Alif nggak jutek lagi sama Mala. Itu aja.”
“Kenapa nggak Mala coba aja ajak Alif ngobrol? Siapa tau dia pendiam gara-gara Malanya nggak pernah ngajak ngobrol, iya kan?” hibur Ale. Nampaknya sih berhail, soalnya Mala langsung menghampiri Alif dan mengajaknya ngobrol. Dan mereka seperti teman lama yang dipisahkan, lalu bertemu kembali begitu saja. Seperti sudah saling mengenal sebelumnya.
Ale keluar dari ruangan itu. Di luar Bima sudah menunggu.
“Anak kecil sekarang juga udah ngerti kayak gituan ya Le?” ujar Bima sambil cengengesan. “Aku aja belum pernah punya pacar.”
“Ah payaaaaaah! Masa udah 17 taun gini masih belum pernah punya pacar? Takut nembaknya yaaaaa?” Isengnya Ale mulai keluar.
“Ah, kayak situ udah pernah pacaran ajaaa! Belom kan?” JLEB. Tebakan jituuu. Ale sendiri juga memang belum pernah punya pacar. Jadi yaaaa.. gitu deh..
“Eh, ke situ yuk?” Ale mengajak Bima ke lapangan Bola di belakang rumah sakit.
Ketika sampai, Ale langsung berlari-lari sepuasnya. Ada keinginan dari diri Bima untuk ikut bermain bersama Ale. Tapi dia nggak bisa.
“Aku.. nggak bisa.” Ujar Bima begitu saja dan langsung pergi meninggalkan Ale.
“BIMAAAAA! Kalo kamu pergi berarti kamu pengecut! Katanya mau sembuh? Tapi kayak ginian aja nggak berani?? Gimana mau maju HAH?? Penakut kamu!” ujar Ale dengan emosi.
Dari dalam hati Bima tergerak untuk berhenti dan bermain bersama Ale. Tapi.. Bima nggak bisa.
Mulai dari hari itu, Ale dan Bima nggak pernah bareng-bareng lagi. kayaknya itu semua tinggal kenangan. Besok Ale mau operasi dan Ale ingin Bima ada di deket dia. Tapi kayaknya nggak bisa.
Pagi ini Ale bangun lebih pagi. Ia ingin melanjutkan membaca buku yang kemarin ia pinjam di perpustakaan. Lalu tiba-tiba sebuah pesawat meluncur di depannya. Ale melongok keluar jendela.
“ALEE!!” itu Bima! Ale sangat senang bisa melihat Bima lagi. lalu bima bersorak, “Karena kamu sekarang aku bisa sembuh, kerena kamu juga aku jadi sadar kalo semua masalah pasti ada jawabannya! Hari ini aku sembuh Le! Aku mau pulang ke rumah! Dan aku pasti akan balik lagi kesini untuk ngeliat kamu sembuh! Besok aku tunggu pasti datang!”
Bima berhasil bikin Ale senang. Ale jadi semangat lagi untuk operasi besok. “Iya! Aku tunggu kamu besok!!” Ale tersenyum lalu meraih pesawat bikinannya Bima. Ternyata di dalamnya ada tulisan, ‘maaf yaa, burung kertas aku nggak bisa terbang. Jadi pake pesawat aja ya biar gampang? Hehehe. Bima.’ Dasar Bima!
Gara-gara bima tadi, Ale jadi semangat lagi untuk ngelanjutin bikin burung kertasnya yang udah ada 97. Karena kondisi Ale semakin lemah, kemampuan Ale bikin burung kertasnya juga terbatas. Nggak heran kadang-kadang di burung kertasnya ada tetesan darah yang keluar dari hidung Ale.
Di saat Ale selesai bikin burung kertas yang ke 99, Ale jatuh pingsan begitu saja. Untung Ibu segera melihat, jadi cepat di atasi. Nampaknya operasi Ale dipercepat jadi mala mini.
Mengetahui operasi Ale di percepat, Bima segera bergegas ke rumah sakit secepat mungkin ia bisa. Sampai di rumah sakit, Bima segera menghampiri Ale di kamarnya.
“Ale..” Ucap Bima lirih.
“Bima.. aku nggak mampu bikin seratus burung kertas. Cuma ada 99, Bim. Aku.. aku ttakut nggak bisa sembuh Bim,” Air mata Ale mulai menetes.
“Kamu ngomong apa sih Le? Kamu pasti sembuh! Kamu harus berjuang Le! Disini ada aku, orang tua kamu dan anak-anak yang sayang sama kamu ingin kemu sembuh Le!” Ujar Bima. “Kamu mau kan janji sama aku kamu bakal sembuh?”
“Aku.. mau.” Bima menyantelkan kelingkingnya kepada keligking Ale.
“Janji seorang sahabat harus ditepati loh Le,” Bima berusaha menghibur Ale.
“Kamu sahabat paling baik yang pernah aku punya Bim,”
“Kamu juga Le,”
Setelah itu Ale tidak sadarkan diri. Operasi Ale segera dimulai. Berjam-jam Bima dan orang tua Ale menunggu. Cemas akan kondisi Ale. Karena mereka pun tau, penyakit Leukimia itu sukar disembukan. Bahkan nyaris tidak ada yang selamat. Tapi mereka berusaha berpositive thinking.
Bima meminta izin kepada orang tua Ale untuk mengunjungi kamar Ale. Bima meletakkan sesuatu di meja Ale. “kamu salah Le, burung kertas kamu ada seratus.” Ujar Bima. Sambil kembali menatap burung kertas buatan Ale yang diberikan Ale kepadanya pada saat mereka pertama bertemu. Bima pun kembali ke ruang Ale di operasi.
Akhirnya dokter keluar. semua yang menunggu langsung berdiri menyadari kehadiran sang dokter. Ibu menatap dokter penuh harap.
“Ini sungguh keajaiban, virus di tubuh Alegra hilang begitu saja! Saya tidak tau bagaimana ini bisa terjadi, tapi mungkin tuhan masih ingin Alegra hidup bersama orang-orang yang ia cintai. Alegra masih hidup. Sekarang kondisinya sudah stabil. Dia sedang tidur.”
Tangis bahagia membahana dimana-mana. Bima pun menangis bahagia ketika mengetahui sahabat terbaiknya masih hidup dan sembuh dari penyakitnya.
Ketika Ale sudah terbangun, Bima langsung memeluk sahabatnya itu.
“Aku masih nggak percaya Bim! Virus ditubuh aku ilang begitu aja? Ini sungguh ajaib! Doa-ku terkabul! Padahal burung kertasku hanya ada 99!” kata Ale antusias.
“Burung kertas kamu ada 100 Le..” ujar Bima sambil tersenyum.
“Apa?”
“Burung kertasnya ada seratus. Itung aja.”
Ale menghitung burung kertasnya. Dan benar saja, itu ada 100! “berarti karena 100burung kertas ini, permintaanku terkabul!”
“Sebenarnya, bukan karena burung kertasnya.. tapi karena usaha kamu ingin tetap hidup di dunia ini Le.” Ujar Bima sambil tersenyum.
“Iya. Karena janji pada seorang sahabat juga harus ditepati. Iya kan?” sahut Ale lagi. Ale dan Bima sama-sama tersenyum.
Hari ini Ale pulang. Meninggalkan rumah keduanya atau rumah sakit ini. Meninggalkan Ibu Irla, Meninggalkan anak-anak yang suka dibacakannya cerita, Mala dan Alif, nggak lupa si miss cablak Namira, dan masih banyak lagi orang-orang yang sayang sama Ale.
Ale juga berjanji ia akan tetap membacakan cerita untuk anak-anak di rumah sakit ini.
Ale akan menikmati hidupnya yang sekarang. Walau ia tau hidupnya nggak akan selalu bahagia. Masalah pasti ada. Tapi Ale akan berusaha untuk menyikapinya dengan senyuman dan kesabaran. Tentu itu nggak akan susah kalau ada orang orang yang sayang sama Ale dan sahabat yang baik banget kayak Bima! Pasti hidup Ale bakal seru banget deh!


--Jangan pernah takut untuk melangkah. Jangan pernah lelah untuk berusaha. Hidup bukan Cuma kesenangan, tapi juga cobaan. Keep smile!
Alegra Maghfira Ranissja 


when you wish earnestly. and by trying to hard. not only the happiness will come. but also a valuable lesson, and without you knowing it, you'll also get a miracle
--Karima Putri Rahmadina

Kamis, 07 Januari 2010

mencoba membuat sesuatu :)

Telah terlahir seorang Putri cantik dari Kerajaan Atheya. Putri pertama yang sudah ditunggu Raja dan Ratu selama 4 tahun. Putri itu dinamakan Sera. Putri Sera merupakan Putri yang paling baik. Semua rakyat menyukainya. Namun ketika sang Putri berumur lima tahun, ia bermain ke ladang dan tertusuk duri yang mengandung racun abelarinity. Racun yang menyebabkan kematian. Walaupun tidak secara langsung, racun itu menggerogoti bagian hingga bagian tubuh Putri Sera. Racun itu membuat Putri Sera terus mengeluarkan darah dari saluran pernapasannya maupun dari mulutnya.
Tabib kerajaan mengatakan hingga saat ini, belum ada obat yang dapat menyembuhkan penyakit yang di sebabkan racun itu. Mereka hanya dapat membuat obat penghambat racunnya menjalar. Untuk sementara Putri Sera diharuskan meminum obat itu selagi tabib kerajaan mencari obat untuk menyembuhkan tuan Putri.

14 TAHUN KEMUDIAN
-Sera
Tes. Tes. Tes
Darah itu menetes lagi. Aku sungguh lelah. Mengapa aku harus terus meminum obat itu jika akhirnya pun aku akan tetap mati? Mengapa mereka mengistimewakan aku? Apa karena aku sakit? Karena sebentar lagi aku mati? Atau karena mereka pikir aku lemah? Aku tidak mengerti jalan pikiran mereka.
“Tuan Putri, ayo bangun. Aku akan mengenakanmu gaun untuk hari ini.” Itu Rina. Ia kepala pembantu disini. Sekaligus pembantu pribadiku. Aku sangat dekat dengannya.
Hari ini hari ulang tahunku. Ayah mengundang seluruh Raja dan Ratu beserta Pangeran dan Putri dari pelosok negeri Ailyas. Entah apa maksud ayah, namun sejak kemarin ia menceritakan tentang seluruh pangeran di pelosok negeri dari A sampai Z. Namun ada satu pangeran, yang Ayah ceritakan dengan sedih. Pangeran itu adalah anak dari sahabat ayah. Raja Abrly.
Radys. Pangeran kerajaan Ramayana. Satu-satunya lelaki keturunan dari kerajaan Ramayana. Radys adalah seorang pengeran yang haus kasih sayang. Ia ditinggal mati Ibunya ketika berumur tiga tahun. Radys yang ceria, di gantikan dengan Radys yang dimatanya selalu turun hujan. Sejak saat itu Radys menjadi pendiam dan berbicara seperlunya. Ayah dan Kakaknya-Allyne tidak dapat melakukan apa pun. Karena cerita Ayah mengenai Pangeran Radys tersebut, aku jadi penasaran bagaimana rupa Pangeran Radys tersebut.
Aku telah mengenakan gaun ulang tahunku. Ibu sangat senang melihatku mengenakan gaun ini. Gaun sederhana berwarna jingga muda yang sangat manis. Aku merasa nyaman mengenakannya karena gaun ini tidak sulit untuk dipakai. Sangat sederhana.
Rina merias wajahku dan menata rambutku. Ia berkata, aku sangat cantik malam ini. Ketika semua orang telah hadir, ia menuntunku keluar dari kamar dan aku dapat melihat betapa banyaknya Pangeran-Pangeran yang hadir. Aku menghampiri Mona saudariku. Jujur, aku merasa sangat tegang. Entah sudah berapa pangeran yang mengucapkan selamat kepadaku. Sampai akhirnya, seorang pangeran berwajah tampan dengan tatapan seperti sedang ada badai es di dalamnya. Seperti ada sesuatu yang mencari kehangatan. Aku seperti melihat seorang anak kecil yang terjebak dalam gelapnya malam dan badai es secara bersamaan. Aku langsung mengetahui bahwa itu adalah Pengeran Radys.
“Selamat ulang tahun Putri Sera” ujarnya.
“Terima kasih.” Jawabku sambil terus memerhatikannya. Dia hanya mengangguk sebagai jawaban lalu pergi. Oh, ayolah aku masih ingin mengobrol bersamanya. “Hm, hey cukup panggil aku Sera.” Ujarku berharap itu dapat menghentikannya.
Tetapi bukan hanya dia yang berhenti, semua orang kini sedang memerhatikan ku dengannya. Ia menatapku dan berkata, “Kalau begitu, kau pun cukup memanggilku Rad” lalu dia tersenyum ke arahku.
Aku tersipu. Semua gadis yang berada di situ memandang aku dan Rad dengan iri.
“Beruntungnya kamu Ser, Rad adalah Pangeran yang sulit untuk tersenyum kepada siapapun. Dan kamu, hanya dalam satu kali pertemuan, kamu langsung mendapat senyumannya. Sepertinya dia tertarik padamu Sera,” itu yang Mona katakana. Dalam hati ini aku pun ingin mengatakan, ‘aku pun tertarik kepadanya Mon’ tapi itu tidak mungkin ku katakan.
Aku melihat Rad di balkon. Aku berpamit pada Bibi Fan dan pergi menghampirinya.
“Hutan yang indah bukan? Namun sayang hutan itu harus di tebang.” Ujarku sambil menatap miris hutan Airys. Rad melirikku lalu mengangguk. Entah ini ucapan yang salah atau bukan, tetapi aku hanya ingin Rad mengetahui bahwa aku menyayangi hutan itu.
“Kau senang bermain di hutan itu?” tanyanya sambil terus menatap hutan.
“Ya. Hutan ini jantung hatiku. Setiap kali aku membutuhkan tempat untuk menenangkan diri, untuk bercerita, aku selalu datang ke hutan ini dan itu membuatku tenang.” Jawabku. “bagaimana denganmu?”
“Ya. Hutan ini pun sesuatu yang cukup berarti bagiku. Aku pun selalu ke tempat ini. Hutan ini sangat indah. Dan menenangkan.” Jawabnya dengan suara yang sangat lembut.
Aku tersenyum. “Aku sedang mengupayakan bagaimana caranya agar hutan itu tidak jadi di tebang. Tapi ini terlalu sulit. Maukah kamu menolongku?” tanyaku.
“Tentu saja.” Jawabnya. “aku pun tidak menginginkan hutan ini di tebang begitu saja.” Ia tersenyum lagi. Entah mengapa, semua bagian dari dirinya membuatku terpesona.
Kami terdiam untuk beberapa saat. Dan tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang hangat menetes di bibirku. Darah. Itu yang menetes ke bibirku. Rad melihatnya. Ia mengambil sapu tangannya dan berkata, “Kemarilah.” Aku mendekat. Kata itu sangat singkat tetapi mampu membuatku terperangah. Ia menyeka darahku dengan sangat lembut. Berhati-hati.
“Terimakasih.” Ujarku.
“Sama-sama. Seharusnya kau lebih sering beristirahat. Jangan terlalu lelah. Itu dapat membuat penyakitmu kambuh.” Ujarnya lagi tanpa menatapku.
“Ya.” Jawabku. “Hey, bagaimana kau tahu tentang penyakitku?”
Ia terlihat gugup. Namun ekspresinya berubah menjadi sangat tegas dan meyakinkan. “Aku dapat mengetahui segalanya tentang kamu Sera. Apapun.”
Kini aku yang terlihat gugup. Bagaimana perasaanmu jika seseorang yang kau suka mengatakan hal seperti itu? Well, kau pasti akan merasa seperti terbang. Itulah yang kurasakan sekarang. Jika ini hanya mimpi. Jangan biarkan aku terbangun. Biarkan aku tidur selama-lamanya agar dapat terus melihat senyumannya seperti sekarang ini.
Angin berhembus sangat lembut. Aku dapat merasakan sentuhannya ke pipiku. Bintang pun semakin memunculkan dirinya hingga terlihat lebih terang. Pemandangannya sangat indah. Di tambah hutan Airys yang ditengahnya terdapat bentuk hati. Tempat dimana aku biasa menenangkan diri. Kunang-kunang berdatangan membawa cahaya yang sangat indah. Namun tiba-tiba aku merasa sangat gugup. Aku pun tidak tau mengapa. Tapi, ya sudahlah.
“Disini dingin. Ayo masuk kedalam.” Ajaknya. Aku dan Rad masuk kedalam kerajaan. Ratusan mata melirik kami. Aku cukup risih dilihat seperti itu. Rad menyadarinya. Ia mendekatkan bibirnya ketelingaku dan berkata. “Jangan takut atau pun risih. Ada aku disini.” Dan semua perasaan takut itu hilang begitu saja. Aku merasa nyaman di dekat Rad. Ia menemaniku hingga acara selesai.
“Besok, temuilah aku di jantung hati hutan Airys.” Itu kata terakhir yang diucapkannya kepadaku. Tapi cukup untuk membuatku tersenyum senang.



08.00
Aku menata rambutku di cermin. Aku sudah mengenakan gaun berwarna hijau muda yang tidak berbelit-belit. Sengaja Ibu belikan kepadaku agar aku tidak sulit untuk bermain keluar. Aku hanya mengepang bagian atas rambutku lalu membiarkan bagian bawahnya terurai.
Aku meninggalkan kerajaan dan pergi menuju hutan Airys. Dari kerajaanku, cukup menempuh jalan lurus dan akan langsung sampai di jantung hati hutan Airys. Di sisi-sisi jalan yang ku tempuh, sangan banyak bunga tulip berwarna-warni. Dan aku melihat bunga tulip berwarna hijau. Sangat indah. Aku memetiknya dan mengikatkannya di tanganku. Berharap suatu saat Rad akan memberikannya kepadaku pada hari kasih sayang. 15 juli.
Aku telah sampai di Jantung hati hutan Airys. Terdapat satu bangku taman dengan air mancur di depannya. Rad belum datang. Aku duduk di bangku taman itu. Menunggu dan menunggu berjam-jam. Entah sudah berapa lama aku menunggu. Tenggorokanku sakit. Aku terbatuk-batuk dan ada darah yang keluar dari mulutku. Pandanganku tiba-tiba buyar. Aku tidak dapat melihat sekitar.
Sayup-sayup aku mendengar dan merasakan hembusan napas yang tidak asing. Kepalaku seperti terangkat dan aku seperti mendengar suara kuda. Perlahan pandanganku mulai kembali. Aku berusaha bangun tetapi seseorang menahanku dan berkata, “Sstt, tidurlah. Itu akan membuatmu lebih baik. Aku akan menjagamu.” Dan aku kembali tertidur.
Ketika aku terbangun, aku berada dalam pangkuan Rad dan darah di mulut dan hidungku telah bersih. Hanya tersisa bercak-bercak darah di gaunku. Rad mengelus lembut kepalaku tanpa bersuara. Aku lega melihat Rad ada di dekatku. Aku memandang ke sekitar dan hari telah senja. Pancaran warna jingganya sangat memukau. Aku menatap Rad dan berharap dia mengatakan sesuatu. Tetapi dia tidak mengucapkan apapun. Aku bergerak dan berkata, “Sebaiknya aku pulang.” Tanpa basa-basi, aku berniat meninggalkan tempat ini. Tetapi Rad meraih tanganku.
“Tinggallah di sini bersamaku. Aku ingin kau melihat senja ini bersamaku.” Ujarnya. Aku kembali duduk di sampingnya. Ia menarik tanganku lalu membetulkan letak bunga tulipku. “Ini tergeser.” Ia memfokuskan kembali pandangannya pada langit senja itu.
“Kau tau, aku sangat menyukai langit senja ini seperti kamu.” Kalimat itu terucap dengan lembut dari bibirnya. Aku terkejut. Tidak yakin dengan apa yang dia katakan.
“Maksudmu?” tanyaku. Sepertinya itu membuatnya terganggu.
“Tak apa. Lupakanlah. Hanya hal yang tak penting.” Ujarnya. Ia menyalakan obor di jantung hati hutan Airys lalu menghampiri kudanya. “Mulai gelap. Ayo kita pulang.”
“Ah, ya aku bisa pulang sendiri.” Aku beranjak. “Terimakasih untuk hari ini.”
“Naiklah.” Ia mengulurkan tangannya. “Aku yang mengajakmu kemari, berarti aku yang harus mengantarkanmu pulang. Kau tanggung jawabku sekarang.”
“Ah, tidak usah. Aku bisa pulang sendiri.”
“Naik.” Ujarnya. Tatapannya meyakinkan dan harus kuakui, sangat tampan. Aku pun menaikinya.
Sepanjang jalan aku dan Rad tidak berbicara sedikit pun. Membiarkan kesunyian ini terus melingkupi kami. Hingga akhirnya ketika aku sampai di kerajaan, dia berbicara, “Kau dapat memegang janjiku. Aku akan ada dimana kau ada dan ketika kau membutuhkanku, aku akan selalu ada untukmu.” Setelah mengucapkan kalimat itu dia pergi begitu saja. Tidak memberikanku kesempatan untuk berbicara.
Namun, perkataan itu cukup membuatku berbinar-binar. Aku memasuki kamarku. Aku melihat piano jingga muda ku yang sudah lama tidak ku mainkan. Ya, sebenarnya sangat lama. Sudah bertahun-tahun. Aku pun tak yakin apakah aku masih bisa memainkannya.
Aku bergerak ke arah piano ku. Membiarkan jari-jari ini menyentuh tuts dengan lembut. Berusaha menciptakan melodi yang indah. Dan hey, ternyata aku masih bisa memainkannya! Nada demi nada aku mainkan dengan sangat lembut dengan perasaan. Aku mendengarnya sangat indah.
Namun di setiap nada yang ku mainkan, selalu ada wajah Rad disitu. Entah benar atau tidak, Mona mengatakan, aku wanita pertama yang Rad beri senyuman. Tidak termasuk kakaknya. Maksudku, hanya di antara gadis-gadis yang menyukai Rad. Tapi aku tidak ingin terlalu memikirkannya.
Aku memutuskan untuk membuat sebuah melodi. Melodi yang mewakilkan perasaanku. Tentang diriku sendiri, tentang Rad, tentang segalanya. hingga akhirnya, aku tertidur di atas piano jingga muda ku.

15 Juli

Hari ini hari kasih sayang. Para lelaki memberikan sebuah gelang corsage untuk para wanita, dan para wanita akan memakainya sebagai balasan.
TOK. TOK. TOK.
“Sera, ini aku Mona, bukakanlah pintunya Ser, aku membawakan sesuatu untukmu,” aku membukakan pintunya. Mona berdiri di depan pintu sambil kewalahan membawa gelang-gelang corsage. Mona kelihatan sangat cantik hari ini. Sangan anggun. Dengan gaunnya yang berwarna merah muda. Aku membantunya meletakkan corsage itu di meja riasku.
“Well, taun ini pun kau mendapat banyak corsage, Ser.” Ujarnya. “19 corsage menanti untuk kau pakai,” aku berharap salah satunya dari Rad.
“Wow, hahaha bagaimana denganmu Mon?” tanganku menarik pergelangan tangannya. “Well, akhirnya sepupuku ini memakai corsage juga tahun ini,” aku mengedipkan sebelah mataku. Aku sengaja menggunakan kata-kata Mona.
“Oh, Putri Sera Syafira yang cantik, kau berkata seakan aku tidak pernah mendapatkan corsage dan tidak pernah memakainya,” balasnya.
“Hey, aku tidak bermaksud seperti itu! Aku hanya mengajakmu bercanda sedikit Mon,” ujarku. “Lalu, siapakah pangeran yang berhasil merebut hatimu Putri Mona Radiefasha?”
“Well, itu Seth.” Ujarnya ogah-ogahan. “Aku tidak yakin ia memberikannya sungguh-sungguh kepadaku.”
“Hey, kau jangan berpikir seperti itu Mon, mungkin Seth memang jatuh cinta padamu.” Aku berusaha meyakinkannya.
“Ya, tapi, kau tau kan dia sempat menyukaimu dan mengejarmu Ser.”
“Mona, tapi itu dulu, bukan sekarang..”
“Hmm, ya. Sudahlah lebih baik kita lihat siapa saja yang memberikanmu corsage,” Mona berusaha mengalihkan pembicaraan. “Well, ini dari Robb, Jensen, Arya, Phil, Arlo, Denra, Charli, Dekra, Rama , Ren, Orion, Licarus, Gala,Zakki, Ristan, Arum, Asga, Mika, daan Arva. Ada yang akan kau pilih?”
Oh, tidak ada nama Rad disana! Aku sungguh kecewa. Rad tidak mengirimiku corsage. “Sepertinya tidak.” Nada suaraku murung.
Mona mendekatiku. “Ada apa Sera? Apa ada yang kau tunggu? Siapakah itu? Beritahu aku Ser,” bujuknya.
“Hm, tidak ada yang kutunggu Mon.” ujarku sambil berusaha tersenyum. “Aku baik-baik saja.”
“Matamu berkata lain Ser, oh ayolah kita sudah bersahabat sejak lahir! Bahkan kita adalah saudara. Masa kau tidak mau bercerita kepada saudaramu sendiri?” Mona terus membujukku.
TOK. TOK. TOK.
Harus kuakui ini pertama kalinya aku bahagia saat pintu kamarku di ketuk. Biasanya aku malas membukakan pintu. Aku langsung beranjak ke pintu dan membukakannya. Berharap setelah ini ada keajaiban dan Mona lupa akan pertanyaannya. Ketika aku membuka pintu, ada Rose disana. Adik Mona yang sangat cantik.
Rose berbeda 6 tahun denganku dan Mona. Ia 13 tahun. Rose sangat cantik. Dalam umurnya yang sekarang saja, ia salalu mendapat lebih dari 5 corsage. Ia masuk dengan anggun sambil memainkan gaunnya. Di tangannya terpasang sebuah gelang corsage. Pasti pemberian dari Roy, kekasihnya. Terkadang aku iri kepada Rose. Aku saja yang sudah hidup 19 tahun di bumi ini belum pernah memiliki kekasih.
“Huh, aku tidak suka gaun ini. Sulit dipakai berjalan!” keluhnya. Lalu menghampiri kami. “Mona kau menjatuhkan ini di depan pintu. Corsage yang indah. Dan ini untuk Sera. Aku menyukai corsagemu Ser. Simple tapi indah,” ujarnya sambil tersenyum kepadaku.
Aku mengambil corsage yang diberikan kepadaku. Ya, ini memang indah. Aku pun menyukainya. Diantara corsage yang diberikan kepadaku, ini corsage yang paling indah dan simple. Corsage berwarna hijau dengan bunga mawar kuning kecil di setiap sisinya. Tidak seperti corsage yang lain yang menggunakan bunga yang besar. Di dalamnya terukir dua nama dengan dengan mutiara kecil yang indah. Ukiran tersebut bertuliskan, “Sera. Rad” nama sedarhana yang tidak memakaikan hati ditengahnya. Aku suka corsage ini. Karena aku memang tidak menyukai corsage yang mengenakan hati di tengahnya. Cukup yang simple.
Tiba-tiba aku tersentak, Rad. Nama itu Rad! Rad yang memberikan corsage padanya! Aku tidak tau lagi apa yang harus ia lakukan. Kalau dapat di gambarkan, hatiku ini meledak-ledak! Antara senang, kaget, bahagia, tidak percaya dan sebagainya. Sungguh aku sangat senang!
“Jadi siapa yang mengirimkanmu corsage itu Ser? Corsage terindah yang pernak ku lihat Ser! Ayo beritahu aku!” Perkataan Rose membuyarkan lamunanku. “Beritahu aku Ser,” Desaknya.
“Ini dari Rad.” Ujarku. Berusaha terdengar biasa tapi malah seperti memang ini yang aku harapkan dan aku tunggu dari tadi.
“Ooooh, jadi ini yang membuat Putri Sera yang cantik ini tergila-gila dan menunggunya sedari tadi?” Mona menggodaku.
“Mona, kau membuat wajahku merah padam.” Aku tersipu. Alu langsung mengenakan corsage itu. Pas sekali di tanganku. Tidak seperti corsage sebelumnya. Dulu aku pernah akan memakai corsage dari seorang pangeran. Tetapi itu terlalu besar di tanganku dan membuatku tidak nyaman. Dan akhirnya aku tidak jadi memakai corsage itu. Dan sekarang pangeran itu baru saja menikah. Hahaha.
Aku berniat pergi ke hutan dan menemui Rad.
“Mau kemana kau Sera?” Tanya Mona.
“Aku ingin mencari angin sebentar ke hutan.” Aku langsung beranjak pergi ke hutan agar tidak di hujani pertanyaan-pertanyaan aneh Mona atau Rose.
Aku berjalan melewati kebun di belakang kerajaan. Aku bertemu Rosa. “Hari ini kau cantik sekali Putri Sera.” Ujarnya.
“Terimakasih Rosa. Kau juga terlihat cantik setiap hari.”
“Kau bisa saja Tuan Putri,” ia memang cantik hari ini. “Wah, Akhirnya putri cantik ini memakai corsage juga ya, jadi siapa yang berhasil merebut hatimu?”
Aku tidak menjawab. Hanya tersenyum dan berpamit mengatakan akan pergi ke hutan. Aku terus menyusuri jalan lurus menuju hutan. Ketika sampai di jantung hati hutan Airys, Rad memang ada di situ. Dan ia tidak sendirian. Ada Seth di situ. Ya, Rad dan Seth memang bersahabat. Kedatanganku di sambut manis dengan Seth. Namun Rad hanya diam.
“Hey, Sera!” Sapanya. “Apakah Mona memakai corsage pemberianku?” matanya berkata penuh harap.
“Tidak.” Ujarku berbohong. Berniat menjailinya. Seth langsung memasang wajah kecewa.
“Benarkah?”
“Tentu saja tidak, Mona memakainya Seth.” Ujarku sambil tersenyum.
“Kau serius?”
“Tentu saja.”
“Ah, terimakasih Sera! Aku akan menemuinya sekarang juga! Bersenang-senanglah kau bersama Rad disini.” Ia mengedipkan sebelah matanya. Aku hanya mengangguk.
Entah benar atau tidak apa yang kulihat, aku melihat Rad menggenggam sebuah corsage berwarna ungu yang jauh lebih cantik dan simple di tangannya.
“Kau mendapatkan corsage ya? Dari siapa itu? Aku ikut bahagia denganmu.” Matanya ridak menatapku.
Hey, tunggu dulu, bukankah ini darinya? Mengapa ia tidak mengetahui apa yang ia berikan?
“Rad, ini corsage darimu kan?” tanyaku.
“Apa?” ia mengerutkan dahinya. “Aku tidak memberikan corsage kepada siapa pun.” Ia terus menatap lurus ke depan.
“Tapi disini tertera nama mu. Dan aku.” Mataku mulai berkaca-kaca.
“Tidak. Aku tidak memberikan apa pun.” Ujarnya sambil terus menatap lurus kedepan. Sungguh, ingin ku alihkan pandangannya kepadaku.
“Kau berjanji akan menjagaku kan? Kau berjanji tidak akan membuatku sakit kan? Asalkau tau, dengan sikapmu yang seperti ini, itu membuatku sakit. Dan hancur.” Air mataku tidak tertahankan lagi. Itu menetes dengan deras. Tetapi ia hanya diam. Aku berlari kearah hutan Rareian. Hutan yang sangat gelap. Sama dengan kegelapan hatiku.
Semakin lama aku berlari, hutan ini semakin sempit. Semakin banyak pohon berduri. Semakin banyak bunga-bunga yang tidak bersahabat. Gaun ku telah tersobek-sobek. Sekujur tubuhku telah berdarah-darah tergores ranting-ranting yang tajam. Namun itu tidak sesakit hatiku yang sekarang mungkin telah hancur lebur dan yang tersisa hanya darah.
Hati yang awalnya merah, berubah menjadi biru. Hati yang hancur berkeping-keping, tidak akan kembali utuh. Hanya satu orang yang dapat menyembuhkannya. Dan itu sudah tertulis jelas di hatiku. Rad. Entah mengapa, setelah ia membuat hatiku hancur, aku masih mengharapkan kehadirannya. Aku tidak mengerti. Sebagian dari hati ku mengatakan, ‘lupakan’ dan bagian lainnya berkata, ‘bertahanlah’.
Air mataku mengalir kian deras. Namun itu tidak dapat menghapus rasa sakitku. Lorong ini semakin gelap. Aku tidak dapat menemukan setitik cahaya saja. Semakin lama aku semakin lelah. Aku terjatuh. Di tempat yang paling gelap. Aku berharap Rad menyelamatkanku dari kegelapan ini dan hatinya pun menyelamatkan hatiku dari kegelapan hatiku sendiri.
Ya, aku mendengar suara itu lagi. suara yang sama ketika Rad menyelamatkanku. Suara gesekan daun yang gugur dengan tanah. Suara angin yang meniup lembut pipiku, dan suara kuda dengan dentakan suara kaki pemiliknya. Aku berharap itu Rad.
“Nona, bangun nona, jangan tertidur disini.” Ujarnya. Itu bukan Rad. Aku terbangun. Seorang kakek tua membantuku berdiri. Aku dituntunnya kembali ke jantung hati hutan Airys. Setelah itu aku berjalan sendiri ke kerajaan.
Hatiku ini sangat perih. Tidak ada lagi perasaan senang mengerubuni hatiku. Hanya ada perasaan sakit. Hancur. Jika kamu melihat hatiku saat ini, pasti kamu akan melihat benteng rubuh yang telah susah payah aku buat. Benteng yang di atas namakan cintaku kepada Rad. Benteng yang aku yakini tidak akan rubuh. Benteng yang selalu dipenuhi kasih sayang disekitarnya. Tapi sekarang benteng itu tak ada lagi. Sudah hancur begitu saja. Dan hati ini pun telah banyak goresan di dalamnya. Hingga aku pun tidak yakin apakah aku masih bisa bertahan hidup.
Aku membuka pintu kamarku. aku menghadap cermin dan melihat betapa berantakannya aku. Aku begegas mandi untuk membersihkan badanku. Setelah selesai, aku duduk di depan pianoku. Mencoba memainkan nada yang telah aku buat. Nada yang tadinya indah, berubah menjadi nada yang suram dan gelap. Aku kembali menangis. Rasanya tidak kuat untukku melanjutkan memainkan ini. Sepanjang malam aku hanya menangis. Rasanya tidak ada hal lain yang bisa kulakukan.
Keesokan harinya pun sama. Aku tidak beranjak dari tempat tidurku. Hanya terus menatap lurus ke depan. Aku hanya diam. Hati ini mati rasa. Pikiranku kosong.
Aku merasa tenggorokanku gatal. Dan aku terbatuk. Tidak dapat berhenti terbatuk. Dan keluar darah dari situ. Aku tidak dapat menghentikannya. Darah ini terus mengalir begitu saja. Dari hidung maupun mulutku. Rasanya tempat tidurku telah dipenuhi darah. Aku menangis. Berharap tetes air mata ini dapat menghilangkan darah-darah yang berceceran dimana-mana.
Rosa mengetuk pintu kamarku. namun aku tidak membukanya. Aku kewalahan dengan darah yang terus mengalir dari mulutku. Darah ini seakan tidak habis. Semakin lama aku merasa sulit bernapas. Aku merasa detak jantung ini berhenti berdetak. Aku tidak dapat melakukan apa-apa lagi. aku tertidur. Entah untuk sementara, atau selamanya.
Aku kembali dapat bernapas. Aku kembali dapat merasakan detak jantungku. Dan ketika membuka mata, aku berada di tempat yang sama. Tetap di kamarku. namun dengan Rosa di sisiku. Ia menangis.
“Maaf tuan putri, aku tidak bermaksud masuk ke kamarmu dengan tidak sopan, tapi tadi pintunya tidak terkunci dan aku melihat tuan putri…” kata-katanya tertahan.
“Tidak apa-apa Rosa. Malah aku berterima kasih padamu. Terima kasih ya.” Ujarku sambil tersenyum. Senyum yang sudah lama tidak ku perlihatkan.
Rosa membawakanku sarapan dan obat tentu saja. Aku meminta Rosa meninggalkanku sendiri di kamarku. Kicauan burung diluar terdengar sangat indah. Aku berniat mencari udara segar dari balkon. Ketika aku sampai, aku menemukan Rad di tepi hutan Airys dan ia sedang menatapku. Aku yakin sekali. Namun tatapan itu bukan lagi tatapan yang sering aku lihat. Tatapan itu dingin. Sedingin hatiku yang sudah membeku ini. Aku kembali ke kamar dan menutup pintu balkon. Aku kembali menangis. Apakah aku memang bukan yang di inginkan Rad? Lantas mengapa ia memberikanku pengharapan yang begitu besar? Pengharapan yang kitu buatku terjatuh. Membuat hatiku mati.
Aku berniat bunuh diri. sebilah pisau telah kugenggam erat di tanganku. Namun setelahnya aku berpikir, mengapa aku tidak membiarkan diriku ini mati dengan sendirinya saja? Dengan berhenti memakan obat, aku akan lebih cepat mati. aku melemparkan obatku ke cermin dan semuanya hancur begitu saja.
Aku menghampiri pianoku. Kembali membuat nada. Entah mengapa, walaupun tidak menginginkannya, nada-nada ini selalu menjadi nada yang suram dan gelap. Kesedihan terpancar di setiap nadanya.
♫ You promise to me you never let me go. You will protect me. And now, you’re gone. I can’t see the twilight anymore. Everywhere is dark. I can’t see anything. I fall and you just watch and let me fall ♫
Aku tidak dapat berhenti menangis. Dan lagi-lagi darah menetes di pianoku. Aku melihat obatku di ujung sana. Aku mengambilnya. Namun apalah arti hidupku jika tanpa kasih sayang dari Rad? Aku melemparkan obat itu ke cerminku. Dan obat itu berserakan dimana-mana. Perasaanku benar-benar hancur.
Darahnya kembali menetes dan lebih deras dari sebelumnya. Aku yakin tidak dapat menangani ini. Penyakitku semakin parah. Aku berbaring di tempat tidurku dan membiarkan apa yang terjadi kepadaku.

Badanku hangat. Padahal aku yakin tadi aku tidak memakai selimut. Ini pasti Rosa.
“Sudahlah Rosa, aku tidak apa-apa” ujarku lalu terbangun. Namun itu bukanlah Rosa. Ini Rad! Ia menatapku dengan senyum yang sangat indah.
“Syukurlah kau sudah bangun.” Ujarnya. Lalu melepaskan corsage yang ‘katanya’ ia berikan kepadaku. “Ini bukan corsage dariku.”
“Ya, aku tau.” Ujarku singkat lalu memalingkan muka.
“Ini corsage dariku.” Ia memakaikanku corsage yang sangat manis. Lebih simple dari sebelumnya. Ini corsage yang waktu itu aku lihat di genggamannya. Corsage ini berwarna ungu dengan bunga mawar putih kecil di setiap sisinya. Dan di bagian paling ujung, ada symbol yang sangat indah. S.R lalu ada hiasan mutiara berbentuk hati yang sangat kecil di sisi paling ujungnya—bukan di tengah. Dan aku tau, pasti sangat sulit membuatnya.
“Mengapa tidak kau langsung memberikannya saja kepadaku? Dan berterus terang bahwa corsage ini bukan darimu? Kau tau, kau sukses membuat hati ini berdarah-darah.”
“Maafkan aku, aku tidak tau harus berkata apa. Jujur, kata-kata ini pun aku harus berkali-kali mengulangnya. Seth yang mengajariku” ia memalingkan muka. Aku tahu mukanya merah padam.
Rad mengelilingi kamar dan menemukan obatku yang berserakan. “Kau melemparnya?” aku mengangguk. Aku pikir ia akan marah padaku, namun ia keluar dari kamarku dan kembali dengan sebotol obatku. “Kau harus meminum obat ini. Agar kau dapat bertahan dan akhirnya sembuh. Ku dengar tabib kerajaan sebentar lagi akan menemukan obat untuk menyembuhkanmu.” Aku mengambil obatnya lalu meminumnya.
“Aku tidak akan bisa hidup tanpamu Sera. Jangan tinggalkan aku.” Aku tersenyum. Entah terlambat atau tidak, aku meminum obatnya. “Aku sudah membeli hutan Airys atas nama kita. Hutan itu sekarang milik kita. Hutan itu tidak akan di tebang.” Ia tersenyum. Membuatku tersenyum juga.
Mulai hari ini, hari-hari barlalu dengan menyenangkan. Dan tentu saja selalu kulewati bersama Rad. Ia dan aku sekarang tidak terpisahkan. Tidak akan ada Sera jika tidak ada Rad. Di dalam hutan Airys, ada sebuah padang bunga yang begitu indah. Kami sering menghabiskan waktu disana.
Aku kini juga semakin sering mengeluarkan darah. Tapi Rad tidak pernah tau. Aku menyembunyikannya dari Rad. Beberapa kali sempat aku berdarah di dekatnya. Tetapi hanya satu-dua kali. Itu biasa bagi Rad. Tapi sebenarnya, mungkin lebih dari tujuh kali aku mengeluarkan darah dalam sehari.
Mungkin aku tidak dapat menembunyikan ini selamanya dari Rad. Tapi untuk saat ini, aku tidak akan memberitahunya dulu. Aku takut jika aku memberitahukannya, ia menjadi berubah dan lebih protektif kepadaku. Aku ingin Rad yang sekarang ini.
Ya, aku tau waktuku tidak lama lagi bahkan mungkin tinggal beberapa saat lagi. aku tidak pernah tau. Aku telah menulis surat untuk Rad seandainya aku tidak sempat memberitahukannya. Dan sebuah lagu tentu saja. Lagu ketika ia meninggalkan aku. Sampai akhirnya waktu itu tiba. Hari ini, sepulang aku bermain dengan Rad, penyakitku kumat darah yang biasanya dapat kutahan, kini tidak dapat ditahan. Darah terus mengalir hingga akhirnya aku merasa aku tidak dapat bertahan menahan semua ini. mungkin ini sudah saatnya. Jadi aku hanya membiarkannya begitu saja.
Dan akhirnya aku benar-benar meninggalkan segalanya. Dengan sebuah senyuman terakhir dari bibirku.


Rad


Namanya Sera. Ia gadis cantik yang sering kulihat di hutan Airys. Aku bersembunyi darinya. Takut-takut ia terganggu. Aku sering kali aku melihatnya menangis, berteriak. Menumpahkan semua emosinya. Ingin sekali aku mendekatinya. Menghibur lalu menghapus semua air matanya. Tetapi aku terlalu malu.
Hingga akhirnya aku dapat bertemu dengannya saat pesta ulang tahunnya. Ia gadis yang sangat realistis. Ia mencintai hutan Airys layaknya aku. Suatu saat aku akan membeli hutan Airys untuknya. Aku pun mengetahui penyakitnya. Sering kali ia berdarah di hutan.
Akhirnya kami betul-betul dekat. Aku sudah berjanji akan menjaganya. Dan suatu saat, ketika hari kasih sayang, aku berniat memberikannya corsage. Namun ternyata Seth mengusiliku. Ia tau aku menyukai Sera. Dan dia pikir aku tidak berani memberikan corsage itu sendiri. Dan Sera menjadi terpukul. Ini semua salahku. Aku tidak bisa menjaganya.
Aku pikir Sera marah padaku, jadi aku tidak menghubunginya lagi. ketika dia melihatku dari atas balkonnya, aku tidak tau bagaimana perasaan yang harus ku gambarkan. Dan tanpa sengaja aku memperlihatkan tatapan dinginku. Ah, betapa bodohnya aku! Aku memang sering kali kesulitan mengatur ekspresi. Karena aku tidak terbiasa bersosialisasi dengan orang lain sejak ibuku meninggal. Aku cenderung tertutup.
Dan aku sadar aku sudah sangat menyakiti Sera. Aku tidak tau harus berbuat apa. Aku menceritakan semua ini kepada Seth. Dia sahabatku. Satu-satunya sahabatku. Dia berkata, aku harus berkata terus terang kepada Sera, kalau tidak aku akan kehilangannya. Seth tau dari Mona, kekasihnya, kalau Sera sekarang juga sudah tidak mau bersosialisasi. Sekalipun kepada Mona yang saudarinya sendiri.
Aku jadi semakin merasa bersalah. Akhirnya aku akan mendatangi Sera. Dengan bantuan Seth dan Mona, aku dapat memasuki kamar Sera. Dan ternyata, ketika aku memasuki kamarnya, Sera sedang terbaring lemah dengan darah yang terus mengalir dari hidungnya. Sera seakan tidak dapat menahannya. Ia pasrah. Tertidur dalam kesakitannya.
Perlahan aku menyeka semua darah yang mengalir dari hidung Sera. Melakukan sesuatu agar pendarahannya berhenti. Setelah beberapa menit akhirnya pendarahan itu berhenti. Sera dapat bernafas seperti biasa lagi. penyakit Sera semakin parah.
Sekarang aku dan Sera menjadi tak terpisahkan. Tidak akan ada aku jika tidak ada Sera. Sampai Sera meninggalkan aku. Rasanya sama terpukul seperti ketika Ibu meninggalkan aku. Tabib kerajaan berkata, mereka sudah menemukan obatnya. Dan sebenarnya, Sera sudah memakan obatnya. namun itu terlambat. Karena virusnya sudah menjalar lebih cepat di tubuhnya di sebabkan karena putri Sera pernah telat memakan obatnya. Ya, itu karena aku.
Aku pergi mengembara meninggalkan ini semua. Bersama bayang Sera yang akan selalu mendampingiku kemanapun aku pergi. Dan satu yang tidak pernah aku lupa, jangan pernah tidak tersenyum kepada orang lain. Senyumku adalah senyum Sera juga.

-the end-

Hutan Airys sekarang menjadi tempat bermain seluruh masyarakat di Negeri Ailyas. Tidak memandang status. Seiring berjalannya waktu, negeri ini telah berganti nama menjadi Airys. Nama Rad dan Sera menjadi nama yang sangat terkenal di negri Airys. Hingga kini, Rad belum pulang. Dan setelah beratus-ratus tahun juga Rad tidak kembali. Di asumsikan ia telah meninggal. Rad dan Seira cintanya tidak akan pernah berakhir.